Sabtu, 16 Oktober 2010

retorika-emoh-ah

Sumber: http://filsafat.kompasiana.com/2009/10/25/retorika-emoh-ah/

The good man speaks well
Efek pidato akan baik, bila yang ber­pidato adalah orang baik juga…

Ketika tiap individu ingin atau merasa berhak turut serta berbicara, pada saat itu pula retorika (rethoric) menjadi sentral. Cara memperoleh kemenangan politik pun tak lepas dari retorika. Yang kita tahu, retorika biasanya disinonimkan dengan seni atau kepandaian berpidato. Dalam bahasa Yunani, orang yang pandai atau ahli berpidato disebut sebagai sophos. Jadi kaum sofis (sophos), adalah gelar bagi tiap-tiap orang yang pandai bersilat lidah.

Dengan memakai teknik-teknik argumentasi baru (yang sebelumnya tidak dikenal), yang didasarkan pada eksploitasi skeptisisme, mereka meremehkan dan mengolok-ngolok seluruh filosof yang berusaha mencari dan memegang kebenaran. Menurut kaum sofis, bahwa “kita tidak akan pernah mampu mengetahui kebenaran universal”. Pandangan ini mirip dengan perkataan Herakleitos (± 540-480 SM), “panta rhei khai uden menei,” (semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun yang tinggal mantap). Hanya saja, Herakleitos menujukan konsepsinya pada kosmos atau makro, sedangkan kaum sofis pada manusia atau mikro.

Kaca-mata kaum sofis ketika itu, memandang bahwa “kebenaran sejati itu tidak ada. Kebenaran bagi mereka hanyalah perubahan demi perubahan. Dan karena kebenaran sejati tidak ada, serta tidak akan pernah tercapai, maka hilanglah perbedaan yang benar dan yang salah. Masing-masing memiliki kebenaran yang berbeda satu sama lain.”

Dengan berjalannya waktu yang di iringi dengan banyaknya perubahan yang terjadi di kurun 3 - 5 abad SM, filsafat Yunani mulai nampak bergeser. Dari yang semula sebagai keyakinan orang untuk pencarian kebenaran, diubah karakternya sebagai “usaha penundukkan orang-orang dengan daya kata-kata. Bentuk dan kemasan berpidato dianggap lebih penting ketimbang prinsip-prinsip isi pidato itu sendiri.“ Mereka tahu, sistem demokrasi membutuhkan pengetahuan, terutama pengetahuan tentang retorika.

Menurut Aristoteles, retorika memuat tiga bagian inti yaitu; Ethos (ethical) — karakter pembicara yang dapat dilihat dari cara ia berkomunikasi; Pathos (emotional) – perasaan emosional khalayak yang dapat dipahami dengan pendekatan “psikologi massa”; dan Logos (logical) yaitu pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh pembicara.

Jadi, ngemeng-ngemeng di tipi yang sering banget menjengkelkan (terutama saya gitu looh). Tujuannya adalah, menyampaikan pemikiran-pemikiran, atau katanya, programnya kepada orang lain agar mengikutinya. Dalam pengertian ini, sasaran si pemilik retorika, tentunya bermuara di bilik suara maupun meluncurnya suatu kebijakan yang diperkirakan akan bersinggungan dengan fulitik dalam masa kekeuasaannya.

Warna-warni tulisan dengan kategori politik di Kompasiana, seolah menggelitik saya untuk sedikit mau nyinggung, yang sebelumnya saya emoh kalau nulis yang ada bau-bau fulitik. Namun, belakangan terpancing juga untuk memberi komentar. Inilah salah satu komentar saya dalam tulisan dimaksud;

Karena ada bahan obrolan atau tulisan tentang fulitik, makanya gardu ronda dan pangkalan ojeg jadi rame terus. Mereka seakan lupa dengan beban hidup sehari-hari yang kian mencekik. Yang penting udah ada U.U yang tidak tertulis dan tidak perlu di sahkan oleh DPR. Yang hampir di setiap pangkalan ojeg, diterapkan U.U tersebut, yakni … “Fisrt in, first out” (yang datang duluan. narik duluan). Jadi selebihnya, sambil nunggu penumpang bisa ngorol kesana-kesini, atau mungkin juga bahan obrolannya di dapat dari sini. Itulah, kelebihan “fulitik, yang bukan matematik”. Ia penuh dengan asumsi-asumsi. Makanya disediakan ranah “Grey Area”, buat berkelitnya para fulitikus bila sulit atau tidak bisa menjawab hitam atau putihnya sebuah pertanyaan. Layaknya kaum sofis, yang berpegang pada “Kebenaran merujuk pada kemampuan atau keahliannya bermain dengan argumen”. Malahan katanya beberapa pengamat, … fulitikus itu musti siap “berbohong!”, … naudzubillah.

Sorry ya teman-teman, saya potong sampai disini aja deh singgungan soal fulitik, yang semula saya emoh banget nyenggolnya getoo loohh ….

Salam,

Umar - Tukang Nasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar