MODEL LOGIKA
Secara histories, istilah logika pertama kali
digunakan oleh Zeno dari Citium, Kaum sofis Skortes dan Plato harus dicatat
sebagai perintis lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa
Aristoteles, Theoprotus dan kaum Stoa. Dalam perjalanannya, istilah logika
dapat disistematisasikan menjadi beberapa golongan tergantung dari mana kita
meninjuanya. Dilihat dari segi kualitasnya, logika dapat dibedakan menjadi
logika naturalis, yaitu kecakapan berlogika berdasarkan kemampuan akan bawaan
manusia. Akal manusia yang normal dapat bekerja secara spontan sesuai dengan hukum-hukum
logika dasar. Bagaimanapun rendahnya intelegensi seseorang ia dapat membedakan
bahwa sesuatu itu adalah berbeda dengan sesuatu yang lain, dan bahwa dua
kenyataan yang bertetangan tidaklah sama.
Sedangkan
apabila dilihat dari metodenya dapat dibedakan atas logika tradisional dan
logika modern. Logika tradisional adalah logika Aristiteles, dan logika dari
logika logikus yang lebih kemudian, tetapi masih mengikuti sistem logika
Aristoteles. Para logikus sesudah Aristoteles tidak membuat perubahan
atau mencipta sistem baru dalam logika kecuali hanya membuat komentar yang
menjadikan logika Aristoteles lebih elegant dengan sekedar mengadaka
perbaikan-perbaikan dan membuang hal-hal yang tidak penting dari logika
Aristoteles
Jika
dilihat dari obyeknya dikenal sebagai logika formal dan logika material.
Pemikiran yang benar dapat dibedakan menjadi dua bentuk yang berbeda, yakni
cara berfikir dari umum ke khusus dan cara berfikir dari khusus ke umum. Cara
pertama disebut berfikir deduktif dipergunakan dalam logika formal yang
mempelajari dasar-dasar persesuaian (tidak adanya pertetangan) dalam pemikiran
dengan mempergunakan hukum-hukum, rumus-rumus, patokan-patokan berfikir benar.
Logika formil Aristoteles, yang dikenal dengan nama
"syllogisme". Syllogisme adalah suatu bentuk penarikan kesimpulan
atau konklusi secara deduktif dan tidak langusng yang kesimpulan atau
konklusinya ditarik dari dua buah premis yang disediakan sekaligus. Yang
penting kita ketahui dari syllogisme dan bentuk-bentuk inferensi atau penalaran
deduktif yang lain adalah bahwa masalah-masalah kebenaran dan ketidak benaran
pada premis-premis yang selalu diambil adalah yang benar. Ini berarti bahwa
konklusi memang sudah didasari oleh kondisi kebenaran. Jadi syllogisme hanya
mempersoalkan 'kebenaran formal' (kebenaran bentuk) tanpa mempersoalkan
'kebenaran material' (kebenaran isi).
Sebuah syllogisme terdiri atas 3 buah proposisi, yaitu
dua buah proposisi yang diberikan atau disajikan dan sebuha proposisi yang
ditarik dari kedua proposisi yang disajikan itu. Proposisi yang disajikan
disebut 'premis mayor' dan 'premis minor' dan kesimpulan yang ditarik disebut
'konklusi'.
Disamping logika tersebut ada pula logika deduktif
yaitu bertolak dari asumsi umum(teori) menuju kepembuktian secara khusus (fakta
emperis). Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang berlawanan dengan
penalaran induktif. Deduksi adalah penalaran atau cara berpikir yang bertola
dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum, menarik kesimpulan yang bersifat
khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya memakai pola berpikir
yang disebut syllogisme. Syllogisme tersusun dari dua buah pernyataan (premise)
dan sebuah kesimpulan (konklusi).
Logika induktif yaitu berdasarkan fenomena
khusus(fakta emperis), menuju kekesimpulan secara umum (teori yang berlaku
umum). Induksi sangat erat hubungannya dengan metode ilmiah (scientific
method), bahkan merupakand asar daripada metode ilmiah. Induktif atau logika
induktif adalah penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata (khusus)
menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran ini diawali dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan
terbatas dalam menyusun argumentasi dan diakhiri dengan pernyataan yang
bersifat umum (sumber: http://swarajalanan.blogspot.com/2011/10/hubungan-filsafat-ilmu-dengan-logika.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar