Jumat, 16 Juli 2010

LOGIKA BENGKOK

Oleh: H. Umar Hapsoro Ishak
Diunduh dari: http://umarhapsoro.blogdetik.com/index.php/archives/57

Setahu saya, … logika dalam bahasa Yunani “Logike Episteme” (latin-Logica Scientia), adalah ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu yang dimaksud disini adalah mengacu pada potensi rasional manusia untuk mengetahui kecakapan yang mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan dalam tindakan.

Para pemikir setelah Aristoteles memasukkan logika sebagai cabang filsafat praktis. Alasannya, logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Logika digunakan untuk melakukan pembuktian.

Logika menunjukkan, … mana-mana bentuk inferensi yang berlaku, dan mana yang tidak. Secara tradisional, … logika dipelajari sebagai cabang filsafat, dan juga sebagai cabang matematika. Katanya, … prinsip-prinsip dasar matematika modern (kalkulus dan komputer) adalah simbol-simbol, himpunan, dan juga relasi yang dasarnya dibangun dari organon.

Logika sebagai ilmu yang bebas nilai, … ia lahir dan dibangun untuk membongkar mitos-mitos, dan meluruskan kesalahan bernalar (fikir) suatu masyarakat. Namun, … dalam perkembangannya belakangan ini, … seringkali digunakan untuk mencapai tujuan tertentu (tidak digunakan untuk menyingkap suatu kebenaran|) misalnya, … dalam suatu peristiwa atau kejadian yang tidak mengenakan (dirinya), atau gagalnya seseorang meraih suatu impian ataupun ambisi pribadi. Tehnik ini sering digunakan sebagai cara (jalan) untuk mengumbar kekecewaan atau menggoalkan suatu tujuan melalui ucapan (lisan) maupun tulisan-tulisan yang sarat dengan “Logika Bengkok” (menjungkirbalikkan fakta dan realita).

Sayangnya, … kaum awam (seperti saya ini) seringkali tidak sadar bahwa logika bengkok itu menyesatkan. Kesesatan logika seperti ini pada awalanya (dahulu) menjadi perhatian Aristoteles, yang kemudian merumuskan kajian logis-filosofis dalam karyanya yang dikenal dengan “Organon”.

Seperti misalnya, … kesalahan-kesalahan bernalar ala kaum sofis yang dikeritik Aristoteles yang tertuang dalam De Sophisticis Elenchis (Sophistic Refutations), yang kala itu menggunakan nalar untuk memanipulasi dengan mengatasnamakan rakyat, atau suatu perjuangan tertentu. Ambil contoh, … slogan-slogan atau tulisan-tulisan yang bertuliskan kata-kata “Menegakkan Keadilan” yang telah dimuati kepentingan pribadi atau golongan.

Sekilas, … dan bagi kaum awam, De Sophistics Elenchis memang tampak lurus dari segi akal budi. Namun, … jika dicermati, terdapat ketidak-sahihan, terutama kaitannya dengan tahapan dan cara-cara menarik simpulan atau konklusi. Bahwa sebuah simpulan baru, haruslah ditarik dari dua premis yang benar dan sahih, dengan syarat-syarat tertentu. Dan sebuah simpulan baru dianggap valid, manakala antara isi pernyataan dan cara mendapatkan simpulan itu urut dan benar secara rasio.

Teknik yang memang dipelajari dalam ilmu retorika klasik dan modern. Yang paling kerap digunakan ialah argumen yang menyerang pribadi tertentu, yang penting jatuh, argumen menjadi tidak penting. Ini namanya argumentum ad hominem.

Kesesatan nalar lain ialah argumentum ad populum, argumen yang mengatasnamakan rakyat. Seakan-akan demi, dan atas nama rakyat, sebuah perjuangan menegakan keadilan dibangun sedemikian rupa, padahal sesungguhnya kepentingan dirinyalah yang dikedepankan.

Yang juga menarik adalah, adanya seseorang menggunakan popularitas atau otoritas. Mereka mengumpulkan otoritas (bisa agama, popularitas ataupun otoritas), yang seakan-akan jika ia yang bicara atau membuat tulisan, maka dianggap benar. Jika ini dilakukan, kesesatan nalar yang terjadi adalah argumentum ad auctoritatem (argumen yang mengandalkan popularitas/agama atau otoritas). Yang keliru di sini ialah, apa yang dikatakannya dianggap benar mutlak, tanpa dikritisi lagi.

Ada pula yang menggunakan argumentum ad baculum, yakni menakut-nakuti. Formulasinya, “Jika ingin bangsa dan negara ini tidak hancur, dukunglah perjuangan saya!”

Jadi, apa yang menjadi jaminan kebenaran mutlak ?, … jika argumen yang dibangun menggunakan otoritas (argumentum ad auctoritatem)? Semua itu mitos dan kebenaran semu alias logika bengkok yang masih perlu diperiksa kebenarannya melalui jalan logika.

Gimana caranya, … ?

Yang gampang-gampang dulu aja ya ….

Perhatikan dan jangan pakai emosi membaca tulisan-tulisan yang biasanya menyerang seseorang atau kelompok tertentu, dan baca komen-komen yang masuk perlahan-lahan, … cari second opinion via keyword-nya mas Google … dst

Ok, selamat mencoba.

Salam,

H. Umar Hapsoro Ishak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar